Penghentian penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap almarhum Kusnadi karena meninggal dunia merupakan konsekuensi hukum yang sah dalam hukum acara pidana. Namun demikian, secara prinsip pemberantasan korupsi dan keadilan substantif, keputusan tersebut tidak boleh dimaknai sebagai berakhirnya pengusutan kasus korupsi dana hibah Jawa Timur.
Dalam hukum pidana Indonesia, benar bahwa pertanggungjawaban pidana bersifat personal dan berakhir dengan meninggalnya tersangka. Akan tetapi, tindak pidana korupsi bukanlah kejahatan individual, melainkan kejahatan terorganisir yang bekerja melalui relasi kekuasaan, struktur politik, dan jejaring birokrasi. Oleh karena itu, wafatnya satu aktor sentral tidak menghapus fakta hukum, alat bukti, maupun keterlibatan pihak lain yang telah atau patut diduga terlibat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai aktivis antikorupsi yang telah lebih dari dua dekade bergiat di LIRA, saya memandang bahwa substansi utama perkara dana hibah Jawa Timur justru terletak pada aktor-aktor di lingkaran kanan dan kiri almarhum Kusnadi. Mereka inilah yang secara faktual berperan sebagai penghubung, pengendali teknis, fasilitator anggaran, hingga penerima manfaat dari praktik hibah yang menyimpang dari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Secara yuridis, hukum pidana mengenal konsep penyertaan (deelneming) sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Ketentuan ini menegaskan bahwa setiap orang yang turut serta, membantu, atau dengan sengaja memfasilitasi terjadinya tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, terlepas dari status atau kondisi pelaku utama. Dengan demikian, penghentian penyidikan terhadap Kusnadi tidak boleh berdampak pada pelemahan pengembangan perkara terhadap pelaku lain.
Lebih jauh, penegakan hukum yang hanya berhenti pada satu atau dua figur—seperti memenjarakan Sahat Tua Simanjuntak—tanpa menyentuh rantai aktor politik, birokrasi, dan perantara kekuasaan yang lebih luas, berpotensi melahirkan ketidakadilan struktural. Publik akan menilai hukum hanya bekerja pada level simbolik, bukan sebagai instrumen keadilan yang membongkar kejahatan hingga ke akarnya.
KPK memiliki kewenangan penuh untuk mengembangkan perkara dengan pendekatan follow the money, pendalaman peran aktor non-struktural, serta penggabungan dan pemisahan perkara berdasarkan fakta hukum yang telah terungkap dalam proses penyidikan dan persidangan. Seluruh instrumen hukum tersebut harus digunakan secara maksimal demi menjaga integritas penegakan hukum.
Kasus dana hibah Jawa Timur sejatinya adalah ujian serius bagi keberanian dan independensi KPK. Apakah lembaga ini akan benar-benar menunaikan mandat konstitusionalnya untuk memberantas korupsi secara sistemik, atau justru berhenti pada keadilan prosedural yang berakhir bersama wafatnya satu tokoh?
Negara tidak boleh kalah oleh keadaan biologis tersangka. Kebenaran hukum harus tetap hidup, dan keadilan harus ditegakkan secara menyeluruh, adil, dan tanpa pandang bulu.
—
Bambang Ashraf HS
Dewan Pakar LIRA Jawa Timur
Gubernur LIRA Jawa Timur Periode 2021–2024






