PROBOLINGGO,Suarabayuangga.com – Rapat Paripurna Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Probolinggo, Rabu (10/9/2025) malam, berubah panas. Sejumlah catatan tajam dan kritik pedas dilontarkan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Dari polemik pungutan zakat profesi ASN, belanja pegawai, hingga “borosnya” anggaran seremonial, semua disorot habis.
Mukhlas Kurniawan, juru bicara Banggar DPRD, secara lantang menyebut pungutan zakat profesi ASN harus segera dievaluasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasalnya, banyak ASN yang mundur dan mencabut surat pernyataan, bahkan sebagian besar penghasilannya belum mencapai nisab.
“Ini harus ditinjau ulang. Jangan sampai ASN justru terbebani,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, Banggar juga mengingatkan belanja pegawai dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) agar benar-benar disesuaikan kemampuan keuangan daerah.
“Setiap rupiah harus mendapat persetujuan DPRD, jangan asal gelontor,” sindir Mukhlas.
Sejumlah anggaran pun dibongkar di forum terhormat itu. Dana sewa kendaraan Rp2 miliar, hibah instansi vertikal Rp350 juta, hingga DED dan pengawas Rp56 juta di Dinas PUPR-PP disorot karena dinilai tak prioritas.
Banggar menuntut pergeseran ke arah yang lebih bermanfaat, seperti bantuan untuk pondok pesantren dan rumah ibadah.
Sorotan paling tajam muncul pada anggaran pengadaan kendaraan roda tiga (Tossa) untuk RW senilai Rp6,7 miliar. “Jumlah fantastis! Harus jelas peruntukannya, jangan jadi proyek asal-asalan,” ujar Mukhlas keras.
Banggar juga mengingatkan, belanja modal dalam PPAS 2026 anjlok 31,5 persen dibanding realisasi 2024—turun sekitar Rp34 miliar.
“Ini sinyal bahaya. Jangan sampai program prioritas Wali Kota mandek karena anggaran disedot kegiatan seremonial,” kecamnya.
Tak kalah serius, DPRD menyoroti ketimpangan program bansos. Dari 37.717 KK miskin kategori Desil 1–5, masih ada 19.347 KK yang belum tersentuh bantuan PKH maupun BPNT.
“Ini fakta yang mengiris nurani. Pemkot jangan main-main dengan data kemiskinan. Prioritaskan rakyat kecil daripada proyek mercusuar yang tak mendesak,” desak Mukhlas.
Banggar menegaskan APBD 2026 harus diarahkan pada kebutuhan nyata: bantuan pangan berkala, layanan kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi.
Digitalisasi pajak, sinkronisasi program dengan pusat dan provinsi, serta tata kelola keuangan berbasis teknologi juga diminta segera dipercepat.
Sejumlah rincian anggaran yang dinilai “remeh tapi boros” pun diungkap, mulai dari Rp70 juta untuk apeksi, Rp300 juta renovasi kampung seni, Rp1,6 miliar perbaikan Jalan Citarum, hingga Rp3,4 miliar tambahan honor narasumber DPRD dan konsumsi.
“Banggar sepakat: stop belanja seremonial, stop anggaran yang mubazir. Setiap rupiah dari APBD harus kembali ke rakyat,” tandas Mukhlas keras di hadapan forum.