PROBOLINGGO – Masalah pernikahan anak di bawah umur masih menjadi perhatian serius di Kabupaten Probolinggo, khususnya di wilayah Kecamatan Sumberasih. Dalam upaya menekan angka pernikahan dini, digelar kegiatan sosialisasi bersama mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Panca Marga (UPM) Probolinggo bertema “Bahaya Pernikahan Anak”, yang berlangsung di Aula SMP Negeri 4 Sumberasih dan menyasar kalangan pelajar tingkat SMP dan SMA.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Kelompok 13 KKN UPM Probolinggo yang saat ini tengah menjalankan program pengabdian di Desa Banjarsari. Berdasarkan hasil observasi mereka, pernikahan anak masih menjadi persoalan utama yang dihadapi oleh masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami melakukan pendekatan langsung kepada remaja. Ada 60 peserta dari siswa SMP dan SMA yang terlibat dalam kegiatan ini,” ujar Muhammad Hizam Fikri, Koordinator Desa KKN Banjarsari.
Ia menegaskan bahwa pernikahan bukan sekadar permainan atau bentuk pembuktian cinta, melainkan tanggung jawab besar seumur hidup yang menuntut kematangan pikiran serta kesiapan mental dan ekonomi.
Hizam berharap melalui kegiatan ini para remaja lebih sadar akan risiko besar yang ditimbulkan dari pernikahan di usia dini, terutama terhadap kesehatan mental dan keberlanjutan pendidikan.
Sementara itu, Evi, penyuluh dari Kecamatan Sumberasih, yang turut menjadi narasumber dalam kegiatan ini, menyampaikan pentingnya menghindari pernikahan di usia muda. Menurutnya, faktor-faktor seperti paksaan dari orang tua, keinginan anak sendiri, serta pergaulan bebas, sering menjadi pemicu terjadinya pernikahan anak.
“Pernikahan dini kerap menyebabkan anak putus sekolah. Padahal, BKKBN telah menetapkan usia ideal menikah, yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki,” terang Evi.
Ia juga menambahkan bahwa menikah di usia yang matang dapat meminimalisir risiko perceraian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta masalah ekonomi yang kerap muncul akibat ketidaksiapan pasangan muda dalam membangun rumah tangga.
Evi menyebutkan bahwa di Kecamatan Sumberasih, angka pernikahan dini sudah menunjukkan penurunan signifikan sejak diberlakukannya regulasi baru yang memperketat pemberian dispensasi pernikahan oleh pihak Kantor Urusan Agama (KUA).
“Jika calon pengantin masih di bawah usia 18 tahun, mereka wajib memperoleh surat dispensasi dari pengadilan. Dan saat ini, proses untuk mendapatkan surat tersebut tidak mudah. Hal ini menjadi salah satu faktor turunnya angka pernikahan dini,” jelasnya.
Diharapkan, melalui kegiatan sosialisasi ini, kesadaran remaja dan masyarakat semakin meningkat dalam menyikapi persoalan pernikahan anak. Remaja pun diharapkan lebih memprioritaskan pendidikan serta kesiapan emosional sebelum memutuskan untuk menikah.***