PROBOLINGGO – Rabu malam, 19 November 2025, suasana Gedung DPRD Kota Probolinggo masih penuh aktivitas meski waktu sudah mendekati pukul 21.00 WIB. Para anggota dewan duduk serius dengan berkas-berkas anggaran terbuka di hadapan mereka. Ketegangan terasa, namun rapat berjalan tertib.
Agenda penyampaian Pemandangan Umum Fraksi kembali digelar, namun malam itu nuansanya berbeda, lebih kritis, lebih tajam. Dari mimbar utama, H. Syaiful Iman, juru bicara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menyampaikan pandangan fraksinya terhadap Raperda APBD 2026.
Dengan nada datar yang terukur, ia melontarkan kalimat yang langsung menyita perhatian seluruh ruangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bayangkan membeli kambing tiga juta rupiah, tapi ongkosnya empat puluh juta,” ujarnya.
Perumpamaan itu membuat sejumlah anggota dewan terdiam sesaat. Kritik tersebut disampaikan untuk menggambarkan betapa timpangnya komposisi belanja operasional dan belanja modal dalam rancangan anggaran tahun 2026.
Berdasarkan dokumen APBD, belanja operasional Kota Probolinggo mencapai Rp927 miliar, sementara belanja modal hanya sekitar Rp58 miliar. Selisih yang sangat besar sekitar Rp869 miliar memunculkan pertanyaan mendasar: sejauh mana anggaran pembangunan benar-benar menyentuh kebutuhan warga?
Sementara itu, Nota Keuangan yang dibacakan wali kota sehari sebelumnya menjelaskan bahwa total belanja daerah naik menjadi Rp987,8 miliar. Meski meningkat sekitar Rp20,1 miliar, komposisinya masih menimbulkan kekhawatiran. Pendapatan dari pemerintah pusat justru turun sebesar Rp77,4 miliar, sehingga memicu defisit Rp49,2 miliar yang harus ditutupi melalui SILPA.
Bagi PKB, angka-angka itu bukan sekadar tabel perhitungan, tetapi akan menentukan arah kebijakan publik sepanjang tahun berjalan.
Di beberapa OPD, seperti Dispopar dan DKPPP, PKB menemukan ketidaksinkronan antara rancangan APBD dan rencana program tahunan. Ada kegiatan yang dinilai belum menyentuh kebutuhan masyarakat secara langsung.
“Kalau arah anggarannya tidak jelas, yang rugi masyarakat. Programnya hanya setengah jadi,” tambah Syaiful.
Sorotan terhadap RT/RW dan UMKM
PKB juga menyinggung absennya alokasi untuk peningkatan insentif RT/RW dari sekitar Rp500 ribu menjadi Rp1 juta, sebuah janji yang sebelumnya masuk dalam visi-misi kepemimpinan wali kota dan wakil wali kota. Bagi para ketua RT/RW, insentif bukan hanya soal angka, tetapi juga dukungan atas peran mereka sebagai pelayan masyarakat di tingkat paling bawah.
Sektor UMKM, tulang punggung ekonomi warga dinilai belum mendapatkan ruang yang memadai. Pelatihan ada, tetapi belum efektif. Bantuan permodalan belum terlihat jelas implementasinya.
Catatan Serapan Anggaran
Fraksi PKB kembali mengangkat persoalan serapan anggaran yang rendah pada semester pertama tahun sebelumnya. Mereka menilai penyebab utamanya bukan keterlambatan juknis dari pemerintah pusat, melainkan lemahnya perencanaan internal OPD. Dampaknya, program pembangunan tertunda, beberapa proyek fisik molor, dan layanan publik tidak berjalan optimal.
Pertanyaan Besar tentang PAD
Dalam rapat tersebut, PKB juga menanyakan kesiapan pemerintah kota dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selama ini, pendapatan daerah Kota Probolinggo masih sangat bergantung pada dana transfer pusat. PKB menekankan perlunya strategi yang lebih konkret, mulai dari optimalisasi pajak dan retribusi, pemanfaatan aset daerah, digitalisasi perpajakan, hingga pembaruan data wajib pajak.
Isu Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, dan Sosial
Di sektor pendidikan, PKB menyoroti ketimpangan fasilitas antara sekolah di pusat kota dan wilayah pinggiran. Sarana pembelajaran berbasis teknologi juga belum merata. Pada layanan kesehatan, mereka meminta adanya transformasi layanan puskesmas yang lebih cepat dan humanis, serta penguatan sinergi dalam penanganan stunting.
Infrastruktur pun tidak luput dari perhatian. Jalan lingkungan, drainase yang belum memadai, titik penerangan jalan umum yang masih minim, hingga kurangnya langkah antisipasi banjir menjadi catatan penting fraksi.
Dalam sektor sosial, PKB menekankan perlunya validasi data kemiskinan agar bantuan sosial benar-benar diterima oleh warga yang berhak.
Penutup: Harapan Untuk APBD
Menutup penyampaiannya, Syaiful menegaskan bahwa seluruh catatan tersebut bukan sekadar kritik. PKB ingin memastikan APBD 2026 hadir sebagai dokumen yang benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
“Setiap rupiah di APBD membawa harapan. Harapan untuk pendidikan yang layak, layanan kesehatan yang manusiawi, dan pembangunan yang benar-benar dirasakan warga,” tutupnya.
Tahap selanjutnya, pemerintah kota akan memberikan jawaban resmi terhadap pandangan umum fraksi sebelum pembahasan berlanjut ke komisi dan Badan Anggaran. Di balik deretan angka dan program, arah masa depan Kota Probolinggo perlahan mulai ditentukan.






