Suarabayuangga.com – Upaya mediasi antara Pemerintah Kota Probolinggo dan pedagang oleh-oleh Haji dan Umroh di kawasan Masjid Agung kembali digelar, Senin pagi (16/6/2025). Dalam pertemuan tersebut, Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan (DKUP) menawarkan empat lokasi alternatif bagi para pedagang yang terdampak rencana revitalisasi Alun-Alun Kota Probolinggo. Namun, mediasi belum menghasilkan kesepakatan.
Kepala DKUP Fitriawati Jufri menyampaikan, keempat lokasi yang ditawarkan adalah Pasar Mangunharjo, Pasar Kronong, Pasar Wonoasih, serta ruko di depan Taman Wisata Studi Lingkungan (TWSL).
Ia menekankan bahwa relokasi diperlukan karena pembangunan alun-alun sudah masuk tahap perencanaan sejak tahun 2023.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“DED-nya (Detail Engineering Design) sudah ada sejak 2023, dan ini bagian dari program revitalisasi yang kami terima dari Pemkot. Maka kami ajak para pedagang untuk ikut relokasi,” jelas Fitri dalam forum mediasi.
Namun, penjelasan ini langsung ditanggapi kritis oleh perwakilan pedagang. Rivo Alfadani mempertanyakan mengapa informasi perencanaan tidak disampaikan sejak awal.
“Mengapa kami baru tahu sekarang, padahal rencana sudah ada sejak 2023? Kenapa kami tidak dilibatkan dalam prosesnya?” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR-PKP Kota Probolinggo, Gigih Ardityawan, mengatakan pihaknya sudah melibatkan DKUP dan instansi terkait sejak awal perencanaan.
Ia juga menjelaskan bahwa revitalisasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi trotoar dan saluran drainase di kawasan alun-alun.
“Trotoar sudah rusak dan perlu diperbaiki demi keselamatan pejalan kaki. Selain itu, ada juga pohon yang akan ditebang karena mengganggu struktur trotoar,” terang Gigih.
Meski sejumlah penjelasan telah diberikan, para pedagang tetap menyatakan keberatan. Ketua Paguyuban Oleh-Oleh Haji dan Umroh mengaku kecewa karena solusi yang ditawarkan dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan usaha mereka.
“Kami tidak menolak revitalisasi, silakan kalau memang harus dibongkar. Tapi masa kami jualan oleh-oleh Haji dan Umroh di pasar? Itu tidak relevan,” ujar Bambang, ketua paguyuban.
Ia juga menambahkan bahwa lokasi yang diminta di sisi utara Masjid Agung tidak diizinkan karena status lahan yang telah dihibahkan pada takmir masjid.
“Kesannya muter-muter saja,” keluhnya.
Fitri dari DKUP menegaskan bahwa keberadaan toko oleh-oleh selama ini berada di bawah perjanjian pinjam pakai. Oleh karena itu, jika sewaktu-waktu Pemkot membutuhkan, maka bangunan harus dikembalikan.
“Itu adalah aset milik Pemkot yang sebelumnya dikelola oleh organisasi masyarakat. Karena tidak berjalan maksimal, akhirnya dikelola perorangan. Sekarang kami tetap beritikad baik dengan menawarkan lokasi relokasi agar pedagang bisa tetap berjualan,” jelasnya.
Ia pun memberi batas waktu hingga akhir Juli 2025 bagi pedagang untuk mengosongkan tempat.
“Kami targetkan paling lambat akhir Juli sudah harus dikosongkan,” tegasnya.
Sementara itu, Gigih dari Dinas PUPR-PKP menambahkan bahwa proyek revitalisasi saat ini masih dalam tahap pelimpahan dokumen ke bagian Barang dan Jasa (Barjas).
“Masih dikaji dan belum mulai pelaksanaan fisik,” tutupnya. (red)