PROBOLINGGO – Musim kemarau panjang benar-benar meninggalkan luka bagi warga Kabupaten Probolinggo. Sejak Juni hingga September 2025, ribuan warga di lima kecamatan terpaksa hidup dalam bayang-bayang krisis air bersih.
Tak kurang dari 7.178 jiwa dari 2.364 kepala keluarga kini hanya bisa berharap pada tangki-tangki air bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Setiap tetes air yang datang menjadi penopang hidup di tengah ladang dan sumur yang mengering.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Probolinggo, R. Oemar Sjarief, menyebut distribusi air bersih telah digelontorkan ke 15 desa dan 27 dusun. Totalnya mencapai 468 ribu liter—sebuah angka besar yang sejatinya masih terasa kecil bila dibandingkan dengan dahaga warga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kecamatan yang terdampak di antaranya Tegalsiwalan, Tiris, Leces, Banyuanyar, dan Gading,” ungkap Oemar.
Tiris menjadi titik paling parah. Sebanyak 174 ribu liter air bersih dikirim untuk 1.756 jiwa dari 579 KK di tiga desa. Disusul Tegalsiwalan, dengan suplai 161 ribu liter bagi 2.175 jiwa dari 733 KK yang tersebar di delapan dusun.
Kecamatan Banyuanyar mendapat jatah 57 ribu liter untuk 1.855 jiwa dari 618 KK, sedangkan Leces memperoleh 71 ribu liter guna menyokong 1.102 jiwa dari 339 KK di lima dusun.
Paling memilukan, Gading hanya kebagian 5 ribu liter air bersih—sekadar cukup untuk 290 jiwa dari 95 KK di Dusun Krajan II, Desa Condong.
Meski begitu, BPBD menegaskan pihaknya terus berjaga. Pemantauan lapangan dilakukan setiap hari untuk memastikan tidak ada warga yang terabaikan.
“Kami akan terus bergerak hingga kebutuhan air bersih warga benar-benar terpenuhi,” tegas Oemar, penuh keyakinan.
Kekeringan ini menjadi alarm nyata: tanpa hujan, hidup warga bergantung sepenuhnya pada bantuan. Dan selama kemarau belum berakhir, tangki-tangki air bersih akan tetap menjadi harapan terakhir.