PROBOLINGGO – Konflik internal di tubuh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Probolinggo kian memanas. Setelah muncul pelantikan pengurus versi Agus Lithanta di SMP Negeri 9 Kota Probolinggo, Ketua PGRI Kota Probolinggo periode 2015–2025, Slamet Zainul Arifin, menegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak sah dan menyalahi mekanisme organisasi.
Dalam pernyataannya, Slamet menyebut pelantikan itu seharusnya dilakukan oleh pengurus PGRI tingkat provinsi, bukan oleh pihak yang berada di level kota. Namun ironisnya, kegiatan tersebut justru dihadiri oleh sejumlah pejabat, bahkan Wali Kota Probolinggo.
“Yang saya sayangkan, pelantikan itu dihadiri pimpinan daerah. Padahal yang melantik bukan dari pihak provinsi Jawa Timur. Ini menyalahi aturan dan mencederai marwah organisasi,” tegas Slamet, Senin (20/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, tindakan itu memperkeruh situasi karena menegaskan adanya dualisme kepemimpinan di PGRI Kota Probolinggo. Slamet menilai, Agus Lithanta bersama kelompoknya telah membentuk versi sendiri yang tidak memiliki legitimasi penuh secara struktural.
“Saya juga ketua PGRI yang sah. Pak Agus punya kelompok sendiri, saya juga punya kepengurusan yang diakui. Tapi ketika pelantikan dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, apalagi di tengah sengketa, itu pelanggaran serius,” ujarnya tajam.
Slamet membeberkan bahwa hingga kini status kepengurusan PGRI Kota Probolinggo masih dalam proses sengketa dan belum ada keputusan final.
Ia mengingatkan, pelantikan dalam situasi seperti itu tidak boleh dilakukan karena berpotensi melanggar konstitusi organisasi.
“Sengketa ini masih berjalan. Kami sudah ajukan proses sejak 13 November 2023, dan sidang terakhir digelar 14 Oktober kemarin. Hasilnya belum keluar, jadi jelas, tidak boleh ada pelantikan apa pun,” tegasnya.
Slamet juga mengaku prihatin terhadap sikap sebagian guru yang terjebak dalam situasi “ikut sana–ikut sini” akibat ketidakjelasan arah kepemimpinan.
“Saya kasihan pada teman-teman guru. Banyak yang bingung, karena situasinya seperti ini. Harusnya pemimpin di daerah bersikap netral dan bijak, bukan justru memperkuat salah satu kubu,” tandasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan peringatan keras kepada pejabat daerah agar tidak memihak.
“Pemerintah Kota Probolinggo harus hati-hati. Kalau masih dualisme, jangan datang ke satu pihak seolah-olah itu resmi. Ini soal integritas dan keadilan bagi guru-guru di kota ini,” pungkas Slamet dengan nada kecewa.






