PROBOLINGGO – Kasus penemuan mayat seorang mahasiswi di aliran sungai wilayah Purwosari, Kabupaten Pasuruan, berkembang menjadi sorotan serius. Seorang terduga pelaku berinisial AS, yang merupakan personel aktif Polres Probolinggo Kabupaten, diamankan Tim Jatanras Polda Jawa Timur. Keterlibatan aparat penegak hukum dalam perkara ini langsung memantik perhatian publik.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast menegaskan bahwa institusinya tidak akan mentolerir dugaan tindak pidana yang melibatkan anggotanya sendiri. Penanganan kasus dipastikan dilakukan secara transparan dan profesional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Polda Jawa Timur menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya korban. Kami memastikan proses hukum berjalan objektif dan tidak ada perlakuan khusus, meskipun yang bersangkutan merupakan anggota Polri,” ujar Jules, Rabu (17/12/2025).
Korban diketahui bernama Faradillah Amalia Najwa (21), mahasiswi asal Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Jenazah korban ditemukan warga pada Selasa (16/12/2025) sekitar pukul 06.30 WIB di aliran sungai Jalan Raya Purwosari, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan.
Sejak laporan diterima, Polda Jatim bergerak cepat. Olah tempat kejadian perkara dilakukan, jenazah dievakuasi ke RS Bhayangkara, sejumlah saksi diperiksa, dan barang bukti diamankan. Penyelidikan intensif kemudian mengarah pada AS, yang diketahui memiliki hubungan kekerabatan dengan korban.
“Terduga pelaku kami amankan tanpa perlawanan dan langsung dibawa ke Mapolda Jatim untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ungkap Jules.
Lebih jauh, polisi mengungkap bahwa kasus ini diduga tidak berdiri sendiri. Penyelidikan sementara mengindikasikan adanya pelaku lain yang terlibat, sehingga pengejaran masih terus dilakukan. Motif kejahatan juga belum diungkap ke publik dan masih dalam tahap pendalaman.
“Dugaan sementara, tidak hanya satu pelaku. Kami masih memburu pihak lain yang diduga terlibat,” tegasnya.
Penyebab pasti kematian korban masih menunggu hasil visum et repertum dan rencana otopsi yang dilakukan dengan persetujuan keluarga. Hasil tersebut akan menjadi dasar penetapan konstruksi hukum perkara.
Polda Jatim memastikan proses pidana akan didahulukan sebelum langkah penegakan kode etik terhadap oknum polisi yang terlibat. Langkah ini disebut sebagai bentuk komitmen institusi dalam menjaga marwah dan kepercayaan publik.
“Siapapun yang terbukti melanggar hukum akan diproses pidana terlebih dahulu, kemudian dikenakan sanksi kode etik. Tidak ada kompromi,” tandas Jules.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi institusi kepolisian, sekaligus sorotan publik terhadap konsistensi penegakan hukum, terutama ketika dugaan kejahatan melibatkan aparat penegak hukum itu sendiri.






